Selasa, 16 Februari 2010

Asmaul Husna (makna Al Hafidz - Maha Pemelihara)

Al HAFIDZ = Maha Pemelihara
Mahmud Samiy menjelaskan, Al Hafidz adalah memelihara segala sesuatu dari kemusnahan dan kerusakan, dan memelihara amal perbuatan hamba-hamba-Nya sampai akhirnya diberi ganjaran dengan karunia dan anugerah-Nya. Dalam arti lain Al Hafidz ialah Dzat yang memelihara makhluk dari semua bencana di dunia dan akhirat.
Mahmud Samiy juga berkata,” Dikatakan pula bahwa makna Al Hafidh adalah Yang Maha Memelihara.”
BAGIAN HAMBA
Imam al Ghozali menjelaskan bagian hamba dari Asma Alloh Al Hafidz sebagai berikut,” Menjadi orang yang kuat dalam menjaga apa yang diamanahkan kepada dirinya. Sesungguhnya manusia telah diamanahi berbagai anggota badan, maka manusia harus menjaganya sesuai dengan perintah Alloh.  Demikian pula, manusia telah diamanahi syari’at Alloh untuk dilaksanakan, sehingga manusia harus menjaganya dengan baik. Jika manusia diamanahi suatu amal (perbuatan), maka manusia harus melaksanakan amal (perbuatan) tersebut tanpa mengurangi, menunda atau menyia-nyiakan. Nabi Yusuf alaihis salam berkata,” Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS: Yusuf (12) : 55).
Penjagaan amanah ini menuntut orang yang diamanahi melaksanakan perintah kerjanya, mengetahui berbagai hal yang dapat merusaknya, dan memperbaiki segala kekurangannya. Perhatikanlah seandainya setiap pegawai bersikap demikian, setiap pemimpin bersikap demikian atau setiap pekerja bersikap demikian, bagaimana kira-kira keadaannya?
Penjaga amanah dikalangan para hamba ialah orang yang menjaga anggota badan dan hatinya dan menjaga agama dari berbagai gejolak amarah dan nafsu syahwat, dari tipu daya jiwa dan makar syaitan, karena sesungguhnya manusia selalu berada dalam ancaman kehancuran.
MENJADI MANUSIA AMANAH
Saat ini kita hidup di zaman dimana manusia banyak menyalahgunakan amanah anggota badan, meninggalkan amanah-amanah keagamaan dan mengingkari amanah-amanah kehidupan duniawi, seperti amanah harta dan jabatan. Betapa banyak manusia yang mengabaikan kewajiban untuk menutup aurat bagi wanita.  Bahkan ada yang menggunakan nikmat anggota tubuh untuk bermaksiat kepada-Nya. Aurat di buka dipertontonkan untuk khalayak luas untuk tujuan memperoleh harta kekayaan.
Juga betapa banyak orang-orang yang mengaku beragama Islam yang mengabaikan kewajiban beribadah kepada-Nya. Ruku’ dan sujud kepada-Nya diabaikan. Termasuk kedalam kelompok ini adalah orang-orang yang tetap ruku’ dan sujud, tetapi ruku’ dan sujudnya tidak membekas dalam jiwa dan akhlaknya. Ruku’ dan sujudnya tidak mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Orang-orang demikian ini termasuk mengabaikan amanah untuk melaksanakan syari’at Alloh.
Sama halnya dalam soal urusan duniawi. Saat ini betapa banyak orang yang mengingkari amanah-amanah duniawinya. Banyak manusia memperebutkan jabatan bukan untuk tujuan menegakkan kemaslahatan dan meninggikan derajat kemuliaan diri dan kemanusiaan banyak orang, tetapi jabatan digunakan sebagai kendaraan pribadi dan kelompoknya untuk mengeruk keuntungan dan kekayaan. Juga termasuk orang yang mengingkari amanah adalah pekerja atau karyawan yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibnnya sebagai karyawan di tempat kerjanya dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak menyadari  bahwa jabatan, pekerjaan dan harta, semuanya merupakan amanah dari-Nya.
Untuk menjadi manusia yang amanah dalam pandangan Alloh, tanpa pertolongan-Nya, jelas tidak mudah. Semua tahu dan merasakan pengalaman naik turunnya iman didalam dada. Terkadang iman memuncak, terkadang menurun bahkan menukik tajam. Saat iman memuncak jiwa terasa ringan memenuhi seruan-Nya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya saat iman menurun, jiwa terasa berat untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan justru ringan melanggar larangan-larangan-Nya.
Untuk menjadi manusia amanah, tidak cukup hanya dengan mengandalkan integritas pribadi yang kokoh. Seberapapun kokohnya kepribadian manusia, ada saatnya dimana manusia mengalami titik nadir dalam sebagian episode kehidupannya. Jika saat itu bersamaan dengan datangnya godaan dan kesempatan, maka peluang untuk tergelincir menjadi besar. Sudah banyak contohnya orang-orang yang berjuang atas nama hukum, keadilan dan HAM justru berujung kepada kenistaan. Bahkan ada diantaranya yang berakhir tragis, meringkuk dibalik jeruji besi.
Untuk menjadi manusia amanah yang diperlukan adalah dukungan iman yang lurus dan kokoh. Iman akan menumbuhkan kesadaran bahwa manusia selalu berada dalam pengawasan Sang Maha Melihat. Iman akan membimbing hati dan jalan pikiran untuk senantiasa mengingat petanggungjawaban kelak di negeri akhirat. Dengan iman manusia akan terhindar dari terjebak dalam berfikir jangka pendek, yaitu hanya memikirkan keselamatan dan kesejahteraan selama hidup di dunia. Iman akan membuahkan kesadaran yang utuh terhadap pemahaman kehidupan. Yaitu kehidupan dunia dan akhirat.
Manusia yang beriman akan selalu memelihara kesadaran dalam dirinya, bahwa segala sesuatu merupakan cobaan untuk menguji manusia. Ujian yang akan memilah manusia, apakah termasuk golongan orang-orang yang beriman dan bertakwa atau sebaliknya termasuk golongan orang-orang yang ingkar dan durhaka kepada-Nya.
Kalau saja manusia mau mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap episode perjalanan hidupnya, dengan ijin-Nya, akan makin sempurna keimanannya. Misalnya dengan mentafakkuri orang-orang yang telah mendahului menghadap kepada-Nya. Mungkin tetangga, anggota keluarga, teman atau siapa saja. Mereka semua seharusnya menjadi pembuka kesadaran tentang kebenaran hari pembalasan. Mereka sudah menemui terlebih dahulu kebenaran firman-Nya tentang kematian, bahwa semua manusia akan mati, tanpa kecuali,” Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS: Ali Imron (3) : 185).
Jika dahulu dan kemarin mereka yang dipanggil, boleh jadi hari ini, besok atau  entah kapan, kita pasti dapat giliran. Jika tahu pasti seperti itu, masihkah ada diantara kita yang tidak bersegera menjadi orang yang amanah? Wallohu a’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar